Sabtu, 13 Agustus 2011

Purworejo, WP.COM – Walaupun Purworejo adakalanya mendapat stigma sebagai ‘kota pensiun’, hal itu tak menyurutkan dinamika Purworejo dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah geliat usaha dalam bidang kuliner. Kuliner akhirnya mampu menjadi satu kebanggaan tersendiri bagi kita masyarakat Purworejo. Mulai dawet hitam (dawet ireng -red), sate winong, jenang madu sirat, clorot hingga soal ‘bebek goreng’. Bicara tentang kuliner yang satu ini, masyarakat Purworejo dan luar Purworejo tentunya tidak asing lagi dengan “Bebek Goreng Pak H. Dargo”. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai perjalanan usaha Bebek Goreng Pak H. Dargo, Transbisnis menyempatkan untuk berbincang-bincang dengan sang empunya rumah makan. Berikut petikan hasil perbincangan koresponden Transbisnis -Maya dan Ika beberapa waktu lalu.
Mengapa ibu memilih usaha ini?
Dulu awalnya saya ikut suami ke Mediun untuk merantau ke Surabaya. Di sana suami saya bekerja di sebuah supermarket dan saya sendiri hanya menjadi Ibu rumah tangga. Dan saat tahun 1990 saya beserta suami kembali ke Purworejo karena saya merasa kehidupan kami saat di sana hanya jalan di tempat. Dan saat kami kembali, kami memutuskan untuk membuka usaha makanan bebek goreng kerena saat di Surabaya saya melihat banyak orang jualan bebek goreng sedangkan di Purworejo belum ada.
Berapa modal awalnya?
Awalnya kami hanya bermodalkan Rp 1 juta yang berasal dari simpanan kami, saya membuka sebuah warung tenda di pinggir kali. Menu yang kami sajikan saat itu adalah bebek goreng dan pertama kali buka hanya menjual 3 ekor bebek saja. Nama  warung saat itu adalah “Warung Tenda Bebek Goreng”.
Bagaimana perjalanan usaha Anda?
Masa-masa awal usaha saya akui sering mengalami perlakuan yang kurang menyenangkan dari pesaing ataupun orang yang masih asing dengan sajian bebek. Mereka bilang bahwa masakan bebek buatan kami bau amis dan tidak enak. Saya memang sakit hati tapi saya tetap bersabar. Tak hanya cibiran orang saja, kendala lain juga sering saya alami seperti seperti saat musim hujan tiba, kali akan meluap dan barakibat pada warung  warung kami. Walaupun banyak rintangan yang saya alami, saya tetap gigih menjalankan usaha bersama suami saya. Bagi kami sesuatu yang dikerjakan dengan ikhlas dan sabar suatu saat akan berhasil dengan baik.
Dan Alhamdulilah dengan keyakinan kami lama kelamaan usaha bebek kami semakin membaik. Dari yang hanya habis 3 ekor per hari naik menjadi 20 ekor dan terus meningkat sampai sekarang menjadi 400 ekor per hari. Pada tahun 1995 kami pindah tempat usaha ke sebuah Pujasera. Dari awalnya menyewa satu kios, kini kami sudah menyewa 4 kios untuk rumah makan bebek kami.
Apa keistimewaan dan bumbu-bumbu bebek goreng anda Anda?
Kalau menurut para pelanggan kami Bebek Goreng kami beda dengan yang lainnya,rasanya begitu gurih dan empuk.
Kalau soal resep tetap sama.  Ada juga kremesan yang terbuat dari bumbu-bumbu ungkepan bebek yang ditambah tepung beras lalu digoreng. Sambalnya,kami membuat dua resep sambal yaitu sambal hijau dan sambal terasi. Untuk sambal hijau kami menggunakan cabai hijau,bawang putih dan kencur. Sedangkan sambal terasi kami buat dengan cabai merah,bawang merah dan putih,tomat dan terasi.
Dari siapa anda mendapat resep tersebut?apakah memang sudah turun temurun?
Tidak, saya dapat resep dari hasil coba-coba sendiri. Dan sampe sekarang saya masih mencoba resep-resep baru agar bebek goreng buatan kami menjadi lebih baik lagi. Untuk sambal hijau ini juga baru saya buat dan kremesan baru 3 tahun ini saya gunakan. Ya…..pokoknya saya cuma mengikuti perkembangan yang ada saja.
Siapa-siapa saja konsumen yang datang kesini?
Ya banyak,dan tidak Cuma orang-orang sekitar yang tertarik oleh bebek goreng kami. Seperti keluarga Sri Sultan Hamengkobuono, Amin Rais, Amin Rais, Angelina Sondakh, dan para pabrik figur lain banyak yang tertarik oleh bebek goreng kami.
Kendala apa saja yang Anda alami?
Ya memang walaupun usaha kami semakin naik, kendala yang kami alami tetap banyak. Namanya juga usaha pasti ada pesaing yang suka ataupun tidak suka. Sampe pernah ada yang bilang kalau saya melihara tuyul sehingga laris terus, ada juga yang bilang kalau bebeknya dikasih bodrek dulu biar hasilnya baik. Tapi semua cuma saya dengarkan. Biarkan mereka benci yang penting saya tidak punya perasaan seperti itu pada mereka. Saya percaya rezeki Allah lah yang mengatur. Pernah juga ada pelanggan yang membayar dengan uang palsu tapi saya tanggapi dengan ikhlas.

Saya dengar Anda juga membuka cabang,di mana saja?
Alhamdulilah barkat usaha kasabaran dan doa kami,kini kami mampu membuka cabang yang berada di Yogyakarta dan Insya Allah saya akan membuka cabang lagi di Kutarjo.
Kenapa anda membuka cabang dan barapa jumlah karyawannya?
Hal yang mendorong saya membuka cabang selain karena para pelanggan saya juga ingin membuka lapangan kerja bagi para penduduk setempat yang masih nanggur. Mungkin kalau orang lain saya pikir-pikir lagi. Tapi kalau melihat tetangga  atau saudara menganggur sebisa mungkin saya bantu.
Kalau soal karyawan,dulunya sich saya hanya bekerja berdua dengan bapak dan sekarang kami memiliki 40 karyawan disemua cabang.
Apa ada juga ada rencana untuk membuka cabang di Jakarta?
Sejauh ini saya belum ada rencana untuk membuka cabang di Jakarta karena masih fokus ke daerah Jawa Tengah dulu.
Hasil apa saja yang sudah Anda dapat dari usaha ini?
Kami banyak beryukur atas hasil usaha kami yang telah dirintis selama 20th sehingga banyak yang bisa kami berikan untuk keluarga. Dan Alhamdulilah kami bisa menunuaikan ibadah haji saat tahun 2001 lalu. Saat sepulang dari haji saya mengganti nama usaha kami menjadi ”Rumah Makan Bebek Goreng Pak H.Dargo. Semua yang saya dapat ini adalah dari Allah yang dititipkan pada kami dan ini juga berkat dari kerjasama yang baik dengan para karyawan. (2010)
Koresponden : Wisnu Sekar Maya & Ika Haryati-Politeknik Sawunggalih Aji